Wednesday 2 November 2011

SEPUCUK SURAT UNTUKMU YA RASULULLAH ...

Dengan tangan kotor berlumurdosa Ya Rasul, Sepucuk surat ini

kutulis dengan tinta iman yang kini semakin mengering,

dan diatas kertas hati yang semakin
buram dengan coretan-coretan kemunafikan.



Untukmu di sana wahai makhluk suci yang
sangat merindukan kami.
Shalawat dan salam atasmu wahai pemimpin para Nabi.
Engkaulah sang pembawa risalah
yang telah menunaikan amanah langit di bumi.



Duh..! Andai saja saat ini engkau di sini.
Tentulah tak ada kaum yang
menghinakan kami.
Apalagi memecah belah umat ini.
Bendera Islam pun berkibar di puncak tertinggi.



Tak banyak yang ingin kusampaikanYa Rasul,
hanya ingin menceritakan keadaan kami.



Ya..! Kami.
Umatmu yang kau sebut

sebagaimana dalam hadits

dengan “Saudara-saudaramu yang kau

rindukan”.



Bukankah engkau yang mengatakan kepada
para sahabat-sahabat muliamu:
“Aku ingin (sekali) bertemu dengan saudara-saudara kita”
Lalu para sahabat pun bertanya:
“Bukankah kami semua saudaramu ya Rasul?”
Engkau menjawab:
“Bukan! Kalian adalah sahabat- sahabatku.
Sedangkan saudaraku adalahmereka yang hidup setelah(ku).”
(Musnad Imam Ahmad)



Wahai Rasul!
Saudara-saudaramu yang kau rindukan ini

sedang sakit parah.

Dunia telah meredupkan cahaya iman kami.


Membutakan mata hati kami. Menggiring

kami memasuki lobang-lobang kehinaan.



Wahai Rasul!
Para wanita golongan kami yang dulu mati-matian
kau perjuangkan kemuliaan dan kehormatannya kini malah
setengah mati menjatuhkan diri mereka di lembah kerendahan.



Para anak-anak yang kau katakan amanah
yang tak boleh disia-siakan sekarang ditelantarkan
dan disuap dengan butiran-butiran nasi basi keterbelakangan.



Para orang tua yang kau larang disakiti,
kini sangat mudahnya dizhalimi.
Keadilan yang begitu kau agung- agungkan pun,
kini seperti sebuah khayalan.



Wahai Rasul!

Benarkah kami yang kau

rindukan?

Sedangkan shalatmu dan shalat

kami seperti langit dan bumi.



Kami lalai dalam zikir kami
bagaimana mungkin kami berdzikir dalam kelalaian kami.



Bacaan Qur’an kami juga hanya sampai di makhraj hamzah,
terhenti disitu jarang menembus kulit hati kami.



Mata kami sering basah, menangis, tapi 


bukan karena

rindu kami kepadamu Ya Rasul..

Kami hanya menangis saat kehilangan dunia

kami.



Kami pun bersedih, tapi bukankarena ibadah-ibadah
yang luput terlewati.



Wahai Rasul!
Alangkah cintanya engkau kepada kami,
umatmu yang kini sering melupakanmu.



Padahal nanti saat manusia- manusia saling menyalahkan,
saat semua orang dan bahkan para Nabi pun
mementingkan diri sendiri agar selamat dari azab Allah
sambil mengatakan “Nafsi- nafsi”(diriku-diriku)



Lisanmu yang mulia itu malah mengulang-ulang kalimat:
“Ummati-Ummati” (Umatku-umatku).



Hati siapa yang tak akan luluh
bila mengetahui cintamu kepada umatmu?



Air mata siapa yang tak menitis
jika mengingat perjuanganmu?
Kepala yang mana yang tidak tertunduk malu mengenang
sejarah hidupmu?



Kecuali hati yang telah telah tertutupi dosa
mata yang silau dengan dunia, dan kepala orang-orang pongah
yang tak tahu diri.



Wahai Rasul!
Masih ingat dalam ingatanku
engkau pernah bersumpah:
“Demi (tuhan) yang jiwaku beradadalam kekuasaan-Nya.Tidak sempurna iman seseorangdiantara kamu sampai aku dicintainya melebihi
cintanya kepada anaknya,orang tuanya, dan manusiaseluruhnya.”



Maafkan kami Wahai Rasul! Maafkan kekurangan kami 

No comments:

Post a Comment